Guna menambah pemasukan, beberapa PO yang awalnya hanya fokus ke Bus Pariwisata, mulai bermain ke angkutan reguler. Dimulai dari BGS Trans pada tahun 2013 dengan trayek Cilacap Jakarta (Kampung Rambutan) via Tasikmalaya dan Tol Cipularang, walaupun tidak bertahan lama. Dan juga Brillian dengan inovasi yang menghebohkan (kala itu) dengan sleeper bus nya. YA, SLEEPER BUS! Bus dengan konsep kamar tidur, dengan menggunakan ranjang, tidak seperti Suites Class buatan Laksana maupun Adiputro saat ini, dan juga tidak bertahan lama karena terkendala perizinan. Beberapa tahun kemudian, yaitu tahun 2018 disusul Agam Tungga Jaya dengan nama Sudiro Tungga Jaya untuk angkutan regulernya, hingga membuka cabang di Solo dengan nama PT. Tunas Muda Transportation. Setahun kemudian, Bhaladika juga ikutan bermain di angkutan reguler. Tahun 2020 menjadi tahun yang paling terpuruk bagi angkutan wisata dikarenakan pandemi yang belum kunjung usai (hingga saat ini). Blue Star dan Pelita Baru (dengan nama Pelit
Selama 10 tahun terakhir, pembangunan-pembangunan jalan tol kian masif dilakukan. Baik di Jawa, Sumatera, Bali, Kalimantan, maupun Sulawesi. Hal tersebut dilakukan demi memperlancar arus lalu lintas dan mempersingkat waktu tempuh, karena sesuai dengan namanya, jalan bebas hambatan, yang berarti bebas dari hambatan apapun, termasuk perlintasan sebidang rel kereta api. Jalan Tol Trans Jawa misalnya, dibangun karena jalur pantura sudah "tidak mampu lagi" menampung banyaknya kendaraan, terutama pada waktu libur panjang dan arus mudik lebaran idulfitri. Atau Tol Cipularang yang bertujuan mempersingkat waktu tempuh Jakarta-Bandung. Keadaan tersebut bisa dibilang sebagai peluang bisnis bagi perusahaan transportasi darat, seperti bus dan angkutan travel. Mereka lebih memilih mengoperasikan armadanya melalui jalan tol daripada melalui jalan biasa/non tol. Resikonya, tentu saja bertambahnya biaya operasional, terutama untuk membayar akses tol. Di sisi lain, keadaan tersebut bisa jadi